Pernikahan dalam Islam

Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.
Firman Allah Swt.:
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja. “(An-Nisa : 3) 
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antar satu dengan yang lainnya.
Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda dari dahulu sampai sekarang, mereka ingin menikah karena beberapa sebab, diantaranya :
1. Karena mengharapkan harta benda;
2. Karena mengharapkan kebangsawanannya;
3. Karena ingin melihat kecantikannya;
4. Karena agama dan budi pekertinya yang baik.
Sifat-sifat perempuan yang baik
Sebaiknyalah kita selidiki lebih dahulu, akan terdapat persesuaian paham atau tidakkah kelak setelah bergaul. Nabi Saw., telah memberi petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang baik, yaitu :
1. Yang beragama dan menjalankannya,
2. Keturunan orang yang subur (mempunyai keturunan yang sehat),
3. Yang masih perawan.
Sabda Rasulullah Saw.,:
Dari Jabir, “Sesungguhnya Nabi Saw., telah bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya; maka pilihlah yang beragama’.”  (Riwayat Muslim dan Tirmizi).

Meminang
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.
Hukum Nikah
1. Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.
2. Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lain.
3. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina).
4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.

Rukun Nikah
1. Sigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan
2. Wali (wali si perempuan)
3. Dua orang saksi

Susunan Wali
1. Bapaknya.
2. Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan).
3. Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
4. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengnnya.
7. Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
8. Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya.
9. Hakim.

Syarat wali dan dua saksi
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat berikut :
1. Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi.
Firman Allah Swt. :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu).” (Al-Maidah: 51).
2. Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun).
3. Berakal.
4. Merdeka.
5. Laki-laki, karena tersebut dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni di atas.
6. Adil.

Mahram
Mahram (orang yang tidak halal dinikahi) ada 14 macam.
Tujuh orang dari pihak keturunan
1. Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai keatas.
2. Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau seibu saja.
4. Saudara perempuan dari bapak.
5. Saudara perempuan dari ibu.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
Dua orang dari sebab menyusui
1. Ibu yang menyusuinya.
2. Saudara perempuan sepersusuan.
Lima orang dari sebab pernikahan
1. Ibu istri (mertua).
2. Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya.
3. Istri anak (menantu).
4. Istri bapak (ibu tiri).
Firman Allah Swt.:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikah oleh ayahmu.” (An-Nisa: 22)
5. Haram menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama.

Mahar (maskawin)
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada si istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda).

Nusyuz (durhaka)
Apabila istri menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut hukum syara’, tindakan itu dipandang durhaka. Seperti hal-hal dibawah ini :
1. Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi istri tidak mau pindah ke rumah itu; atau istri meninggalkan rumah tangga tanpa izin suami.
2. Apabila suami istri tinggal di rumah kepunyaan istri dengan izin istri, kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan bukan karena minta pindah ke rumah yang disediakan oleh suami.
3. Umpamanya istri menetap ditempat yang disediakan oleh perusahaannya, sedangkan suami minta supaya istri menetap dirumah yang  disediakannya, tetapi istri berkeberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.
4. Apabila istri bepergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya, walaupun perjalanan itu wajib, seperti pergi haji; karena perjalanan perempuan yang tidak beserta suami atau mahram terhitung maksiat.
Tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang durhaka :
1. Suami berhak memberi nasihat kepada istri bila tanda-tanda kedurhakaan si istri sudah tampak.
2. Sesudah nyata durhakanya, suami berhak berpisah tidur darinya.
3. Sesudah dua pelajaran tersebut (nasihat dan berpisah tidur), kalau dia masih terus juga durhaka, suami berhak memukulnya.

Talak (perceraian)
Takrif talak menurut bahasa Arab adalah “melepaskan ikatan”. Yang dimaksud disini ialah melepaskan ikatan pernikahan.
Tujuan pernikahan itu adalah :
1. Untuk hidup dalam pergaualan yang sempurna.
2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.
3. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antar kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan (istri) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa satu kaum (golongan) untuk tolong-menolong dengan kaum yang lainnya.
Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. berikut ini :
Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda, “Sesuatu yang halal amat dibenci Allah ialah talak.” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Oleh karena itu, dengan memiliki kemaslahatan atau kemudaratannya, maka hukum talak ada empat:
1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
2. Sunat. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
4. Makruh, yaitu hukum asal dari talak yang tersebut diatas.

Lafaz talak
Kalimat yang dipakai untuk perceraian ada dua macam :
1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan.
2. Kinayah (sindiran), yaitu kaliamat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain.

Bilangan talak
Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menalak istrinya dari talak satu sampai talak tiga. Talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suaminya yang kedua itu.
Ta’liq talak
Men-ta’liq-kan talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Menurut hukum yang ada. Tetapi kalau adanya ta’liq itu akan membawa pada kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang (haram).

Perceraian ada tiga cara :
1. Talak tiga, dinamakan “bain kubra”. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila perempuan itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur, sudah diceraikan, dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang pertama boleh menikahinya kembali.
2. Talak tebus (khulu’), dinamakan pula “bain sugra”. Dalam talak ini suami tidak sah rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun sesudah habis iddah-nya.
3. Talak satu atau talak dua, dinamakan “talaq raj’i”, artinya si suami boleh rujuk (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.
Denda (kafarat) zihar
1. Memerdekakan hamba sahaya.
2. Kalau tidak dapat memerdekakan hamba sahaya, puasa dua bulan berturut-turut.
3. Kalau tidak kuat puasa, memberi makan 60 orang miskin, tiap-tiap orang ¼ sa’ fitrah
(3/4 liter).

lla’
lla’ artinya “sumpah si suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya.

LI’an
Li’an ialah perkatan suami sebagai berikut, “ saya persaksikan kepada Allah bahwa saya benar terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia telah berzina.

Iddah
Iddah ialah “masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup atau cerai mati), gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak.”
Ketentuan iddah-nya adalah sebagai berikut :
1. Bagi perempuan yang hamil, iddah-nya adalah sampai lahir anak yang dikandungnya itu, baik cerai mati maupun cerai hidup.
2. Perempuan yang tidak hamil, adakalanya “cerai mati” atau “cerai hidup”. Cerai mati iddah-nya yaitu 4 bulan 10 hari.
Hak perempuan dalam iddah
1. Perempuan yang taat dalam iddah raj’iyah berhak menerima tempat tinggal (rumah), pakaian, dan segala keperluan hidupnya, dari yang menalaknya (bekas suaminya); kecuali istri yang durhaka, tidak berhak menerima apa-apa.
2. Perempuan yang dalam iddah bain, kalau ia mengandung, ia berhak juga atas kediaman, nafkah, dan pakaian.
3. Perempuan yang dalam iddah bain yang tidak hamil, baik bain dengan talak tebus maupun dengan talak tiga, hanya berhak mendapatkan tempat tinggal, tidak yang lainnya.

Rujuk
yang dimaksud rujuk ialah “mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan.

Hukum rujuk
1. Wajib, terhadap suami yang menalak salah seorang istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
2. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri.
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya (suami istri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunat, jika maksud suami  adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya.

Rukun rujuk
1. Istri. Keadaan istri disyaratkan :
a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus pertalian anatar keduanya, si istri tidak mempunyai iddah sebagaimana yang telah dijelaskan.
b. Istri yang tentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan, maka rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raj’i. Jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, maka ia tak dapat dirujuk lagi.
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah.
2. Suami. Rujuk ini dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri, artinya bukan dipaksa.
3. Saksi. Dalam hal ini para ulama berselisih paham, apakah saksi itu wajib menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat.
4. Sigat (Lafaz). Sigat ada dua, yaitu
a. Terang-terangan, misalnya dikatakan, “Saya kembali kepada istri saya,” atau “Saya rujuk kepadamu.”
b. Melalui sindiran, misalnya “Saya pegang engkau,” atau “Saya kawin engkau,” dan sabagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau untuk lainnya.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete